Salah satu fungsi utama dari keberadaan militer di suatu negara adalah
untuk mengisi peran pertahanan dan menjaga kedaulatan wilayah. Berada
tepat di tengah dua samudera dan dua benua, Indonesia merupakan negara
yang sarat akan ancaman. Berbentuk negara kepulauan terbesar, Indonesia
pula merupakan negara yang sebagian besar celah pertahanannya berada di
kawasan lautan. Bagaimanakah perbandingan kekuatan militer Indonesia
dengan negara-negara tetangga? Berikut ulasan yang diambil dari situs
Global Fire Power 2012 untuk memberikan gambaran perbandingan kekuatan
militer di tingkat regional.
Beberapa Indikator Kekuatan Militer
Kekuatan militer (fire power) meliputi segala aspek alat negara dan
sumber daya yang terdapat di suatu negara yang dapat difungsikan dengan
segera untuk keperluan perang. Perangkingan kekuatan militer yang
dilakukan oleh Global Fire Power (GFP) berdasarkan penilaian atas
sejumlah indikator kekuatan militer, yaitu:
1. Personil
2. Sistem Persenjataan (Alutsista)
3. Kekuatan Maritim
4. Kekuatan Logistik
5. Sumber Daya Alam
6. Kekuatan Geografis
7. Kekuatan Keuangan (Finansial)
8. Lain-lain (Pendukung)
Masing-masing indikator memiliki beberapa sub indikator yang akan
membentuk kekuatan inti pertempuran. Cukup menarik, kekuatan maritim
dipisahkan dari kekuatan alutsista (poin nomor 2). Hal ini sebenarnya
berkaitan dengan latar belakang politik pertahanan di suatu negara
berupa ofensif atau defensif di mana seluruh permukaan bumi lebih banyak
diliputi oleh wilayah perairan. Strategi militer dan pertahanan
nantinya akan mengkombinasikan keseluruhan unsur (indikator) tersebut
untuk menjadi sebuah kekuatan untuk mendukung sikap politik, termasuk
apabila diputuskan untuk menyatakan perang dengan negara lain.
Dalam doktrin Hankamrata disebutkan apabila salah satu bentuk ancaman
atas kedaulatan wilayah akan memperhitungkan dari ancaman regional atau
ancaman kawasan. Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara yang
berdampingan pula dengan Australia. Dalam hal ini, setidaknya terdapat 5
negara yang berpotensi menjadi ancaman kedaulatan, yaitu Australia,
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Hal ini berdasarkan pada
fakta apabila Indonesia masih memiliki masalah berupa persengketaan
perbatasan dengan dengan negara-negara tetangga. Persengketaan
perbatasan akan sangat memungkinkan untuk memicu terjadinya pergesekan
(di perbatasan) yang dapat memicu terjadinya perang.
Dari 8 kekuatan kunci militer suatu negara, kemudian dibuatkan menjadi 8
unsur yang secara langsung akan berpengaruh terhadap keputusan perang,
yaitu:
1. Kekuatan Personil
2. Kekuatan Udara
3. Kekuatan Darat
4. Kekuatan Laut
5. Kekuatan Logistik
6. Kekuatan Sumber Daya Alam
7. Kekuatan Finansial
8. Keunggulan Geografis
Kekuatan udara, laut, dan darat sudah mulai diuraikan, karena akan
berperan dalam pengembilan keputusan dan strategi militer dalam jangka
pendek (menjelang perang). Perbandingan kekuatan militer yang akan
diulas berikut ini berdasarkan 8 kekuatan kunci militer yang berperan
dalam pengambilan keputusan perang.
Kekuatan Personil (Personnel)
Dengan dukungan jumlah penduduk yang paling besar, Indonesia nampaknya
cukup unggul untuk menopang kekuatan personil. Hal ini terlihat di
seluruh sub personil berselisih cukup signifikan dengan negara-negara
tetangga. Indonesia masih memiliki peluang yang cukup besar untuk
mewujudkan bentuk perang gerilya, termasuk pertempuran kota, apabila
pertahanan terluar berhasil ditembus dan dikuasai musuh.
Kekuatan Udara (Air Power)
Ada 3 sub kekuatan udara, yaitu total pesawat militer (seluruh jenis
pesawat militer), jumlah helikopter, dan lapangan udara. Berdasarkan
banyak pesawat militer, Thailand terlihat lebih unggul dengan jumlah
pesawat militer yang mencapai 913 unit. Thailand pun cukup unggul untuk
jumlah helikopter yang paling banyak, yaitu 443 unit. Indonesia bisa
dikatakan cukup unggul dengan memiliki lebih banyak lapangan udara yang
berfungsi sebagai pangkalan militer atau dapat difungsikan menjadi
pangkalan militer. Deskrispi mengenai kekuatan udara masih terlalu
abstrak, karena pesawat militer itu sendiri terdiri atas pesawat tempur,
pesawat pembom atau pesawat terpedo, pesawat pengintai, dan pesawat
transport. Indikator yang dituliskan pun masih memungkinkan bias dalam
memberikan gambaran kekuatan udara.
Kekuatan Darat (Land Army)
Ada 10 kunci dalam mengukur/mengetahui (potensi) kekuatan darat dalam
suatu pertempuran. Di dalamnya berisikan keseluruhan bentuk sistem
persenjataan darat, termasuk kendaraan logistik. Keseluruhannya akan
sangat dibutuhkan dalam pertempuran darat yang akan menghadapi musuh
darat maupun musuh dari udara. Uniknya, Singapura yang merupakan negara
dengan luas wilayah paling kecil justru cukup dominan memiliki
unsur-unsur kekuatan darat, kecuali untuk kendaraan logistik (logistical
vehicles). Banyaknya kendaraan logistik yang dimiliki Australia
berkaitan dengan fungsi militer Australia yang sering dimanfaatkan untuk
pasukan perdamaian (PBB) dan tidak tertutup kemungkinan difungsingkan
untuk keperluan dukungan operasi ofensif. Indonesia yang memiliki banyak
pulau dengan total luas nomor dua setelah Australia justru terlihat
kurang serius memperkuat kekuatan darat. Lihat saja, sekalipun Malaysia
memiliki jumlah tank lebih sedikit dari Indonesia, tetapi Malaysia
memiliki senjata anti tank jauh lebih banyak dan lebih moderen.
Kekuatan Laut (Naval Power)
Kekuatan laut menjadi kunci atas setiap kemenangan pertempuran yang
menentukan jalannya sejarah. Ada 10 unsur yang membentuk kekuatan laut
menurut versi GFP seperti yang dilihat pada gambar di bawah. Sebagai
negara kepulauan terbesar dengan luas wilayah laut paling besar di Asia
Tenggara, Indonesia nampaknya justru tidak memiliki keunggulan yang
signifikan. Jumlah kapal pengangkut militer (merchant marine) masih di
bawah Singapura. Jumlah kapal militernya (total navy ships) pun masih
dibawah Thailand. Indikator di sini memang masih terlalu abstrak, karena
kekuatan kapal selam (submarines) Indonesia merupakan kapal perang
teknologi 1980 yang telah diremajakan. Lain ceritanya dengan kapal selam
milik Malaysia yang dibeli pada tahun 2000an. Filipina bisa dikatakan
cukup unggul dalam patroli laut/perairan dengan dukungan 128 kapal
patroli laut (patrol craft). Australia terlihat lebih unggul untuk
melakukan serangan laut jarak jauh dengan dukungan 12 kapal perang jenis
fregat dan 8 kapal pendaratan amfibi. Sekali lagi, angka-angka di atas
masih terlalu abstrak, karena saat ini sudah ada masuk kapal perang
generasi terbaru yagn seharusnya dipisahkan berdasarkan aspek
teknologinya.
Kekuatan Logistik (Logistical)
Kekuatan logistik yang dimasukkan ke dalam daftar berikut ini merupakan
segala bentuk sumber daya yang dengan segera dapat dipersiapkan untuk
mendukung pertempuran langsung. Indonesia bisa dikatakan memiliki
keunggulan dalam aspek kekuatan logistik dengan melihat banyaknya
angkatan kerja (labor force) yang paling tinggi. Panjang akses jalan
raya maupun kereta api tidak selalu signifikan ukuran yang terlihat,
karena tergantung dengan luas wilayah dan kondisi pulau atau kepulauan.
Dengan memiliki kekuatan angkatan kerja yang dapat difungsikan menjadi
militer atau paramiliter, setidaknya Indonesia masih akan memiliki
kekuatan untuk melakukan strategi gerilya dan perang perkotaan yang
paling sulit, ketika musuh telah masuk menembus ruang wilayah pertahanan
di daratan.
Kekuatan Sumber Daya Alam (Resources)
Setiap pertempuran akan membutuhkan sumber daya alam (energi), terutama
untuk keperluan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Situasi perang akan
menyebabkan orientasi pemenuhan kebutuhan energi bagi masyarakat sipil
akan dialihkan untuk keperluan militer. Di sinilah salah satu kunci
kekuatan dalam pertempuran, yaitu kekuatan negara dalam menguasai sumber
daya alamnya. Australia terlihat memiliki keunggulan dari aspek
penguasaan sumber daya alam. Dengan cadangan minyak bumi (proven
reserves) sebanyak 3,3 miliar barel dan jumlah penduduk sekitar 22 juta
jiwa, Australia masih memungkinkan bertahan cukup lama dalam kondisi
perang dengan ketersediaan minyak di dalam negerinya. Sekalipun
Indonesia dikatakan memiliki paling banyak cadangan minyak, tetapi
jumlah penduduknya pun cukup besar, yaitu mencapai di atas 240 juta jiwa
dengan konsumsi per hari di atas 1 juta barel. Data mengenai minyak
bumi di sini tidak sepenuhnya valid, tetapi setidaknya menggambarkan
kemampuan bertahan suatu negara dalam kondisi perang.
Kekuatan Finansial (Financial)
Perang ataupun persiapannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, serta
membutuhkan kemampuan pengelolaan keuangan nasional yang memadai. Ada 3
unsur di dalam kekuatan finansial, yaitu anggaran pertahanan (defense
budget), cadangan devisa dan emas (reserve of foreign exchange and
gold), dan kemampuan pembayaran (purchasing power). Unsur yang paling
perlu dipehatikan adalah cadangan devisa dan belanja pertahanan. Dari
dua unsur tadi, Singapura lebih unggul dengan memiliki cadangan devisa
maupun belanja pertahanan paling besar. Ini berarti Singapura memiliki
peluang lebih besar untuk mempersiapkan suatu perang ataupun membiayai
peperangan. Indonesia memiliki kemampuan pembelian paling besar di
antara negara-negara yang diperbandingkan di sini. Ini berarti, dari
sisi finansial, Indonesia memiliki peluang yang paling besar untuk
mentransformasikan aset-aset ekonominya dalam membiayai dan
mempersiapkan perang. Sekalipun demikian, kemampuan pembelian
membutuhkan waktu dan mekanisme politik yang tidak semudah mentransfer
pembiayaan seperti pada cadangan devisa dan belanja pertahanan.
Keunggulan Geografis (Geographic)
Salah satu kekuatan militer yang dibutuhkan dalam peperangan adalah
keunggulan geografis. Keunggulan tersebut dapat menjadi celah pertahanan
atau sebaliknya dimanfaatkan menjadi basis pertahanan. Sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia, Indonesia lebih unggul dalam memiliki luas
wilayah perairan (waterways) dan garis pantai (coastline). Auastralia di
sini terlihat memiliki luas wilayah daratan paling besar yang berarti
dapat dimanfaatkan pula sebagai matra pertahanan di dalam negeri. Adapun
di sini ada 3 negara yang memiliki kawasan perbatasan daratan (shared
border), yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Data kekuatan militer yang dirilis oleh GFP diambil berdasarkan data
yang dihimpun oleh CIA Fact and Statistic. Masih terlalu abstrak untuk
dapat diketahui gambaran kekuatan yang kongkrit, karena hanya berbasis
pada pendekatan kuantitatif. Segala unsur yang membentuk kekuatan
militer di suatu negara bukan hanya mengenai aspek kuantitatifnya,
melainkan aspek kualitatif. Misalnya, untuk alat utama sistem
persenjataan (alutsista) atau weapon system saat ini sudah berkembang
teknologi yang masing-masing terbagi ke dalam periode 10-15 tahun (1
generasi). Masalah lain mengenai keakuratan data misalnya pada kelompok
helikopter yang saat ini sudah terbagi ke dalam beberapa fungsi, seperti
helikopter angkut logistik/pasukan dan helikopter serang. Fakta lain
yang tidak bisa diabaikan pula adalah pengalaman perang di masa lalu
yang membentuk cara berpikir dalam membangun strategi militer di saat
yang paling mendesak.
Peluang Indonesia
Berdasarkan data di atas, jika terjadi perang dalam waktu dekat dengan
negara terbesar di tingkat regional, peluang Indonesia bisa dikatakan
kecil untuk bisa bertahan dalam 1 minggu pertama pertempuran. Indonesia
memiliki celah yang paling lebar di bagian perairan laut. Dengan
mengandalkan kapal patroli sebanyak 31 unit tidak akan cukup apabila
tidak didukung oleh kekuatan udara yang memadai. Jumlah kapal fregatnya
pun hanya ada 6 unit yang mungkin siap untuk diterjunkan ke dalam
pertempuran langsung. Tetapi jumlah kapal fregat tersebut masih jauh di
bawah ideal apabila serangan masuk dari berbagai penjuru perbatasan
laut. Banyaknya kapal pengangkut militer (merchant marine)
sebanyak 1.244 unit (peringkat ketiga) mungkin akan cukup membantu
mobilisasi alutsista darat. Keuntungan Indonesia terletak pada kondisi
geografisnya yang terdiri atas banyak pulau-pulau besar, sedang, dan
kecil. Butuh biaya dan sumber daya yang cukup besar apabila hendak
meredam pertempuran dengan Indonesia.
Australia
Australia sebenarnya bukanlah ancaman yang serius, tetapi negara ini
dianggap paling siap untuk melakukan konfrontasi (perang) langsung
dengan Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga lainnya. Dilihat
dari data kekuatan militer di atas, jika pun harus berperang dengan
Indonesia, Australia tidak mungkin bisa menguasai seluruh wilayah
(pulau), melainkan hanya diprioritaskan untuk menguasai pulau-pulau
strategis seperti Pulau Jawa dan Papua. Untuk itu saja, Australia akan
menghadapi risiko hilangnya sebagian besar pertahanan di dalam negerinya
sendiri. Australia pula tidak akan mengambil risiko dengan mengorbankan
seluruh warganya yang siap tempur (manpower fit for service) untuk
terjun dalam pertempuran dengan Indonesia. Hanya tersedia sekitar 10
juta personil militer saja tidak akan cukup untuk bisa meredam 129 juta
personil militer ataupun tambahan paramiliter apabila terjadi perang
gerilya. Dalam sejarah, Australia belum pernah berkonfrontasi sendirian
dengan Indonesia. Terakhir kali Australia membantu dalam konfrontasi
Indonesia-Malaysia, tetapi itu pun dengan keterlibatan Inggris. Di tahun
1999 lalu, keterlibatan Australia di Timtim (sekarang Timor Leste) itu
pun berada dibalik jubah pasukan perdamaian (UN) yang tentu pula
disokong oleh Amerika dan Inggris. Artinya, jika saja posisinya terancam
untuk mengambil keputusan perang dengan Indonesia, Australia tidak akan
sendirian untuk menghadapi Indonesia.
Malaysia
Dalam sejarah, Malaysia belum pernah melakukan pertempuran head to head
dengan Indonesia, tanpa keterlibatan negara lain. Konfrontasi dengan
Indonesia di era Soekarno, Malaysia secara terbuka dibantu oleh Inggris
dan Australia. Di atas kertas, berdasarkan data yang dirilis oleh GFP di
atas, Malaysia pun tidak memiliki superioritas di bidang apapun untuk
berperang dengan Indonesia. Malaysia mungkin hanya unggul dalam beberapa
hari pertempuran yang kurang dari seminggu. Untuk menguasai Indonesia
setidaknya akan membutuhkan waktu lebih dari 1 bulan pertempuran
langsung. Persoalan lainnya mengenai masalah kesamaan etnis Melayu yang
secara psikologis akan berpengaruh terhadap jalannya pertempuran. Jika
pun harus berperang dengan Indonesia, Malaysia tidak akan sendirian
menghadapi Indonesia. Sekalipun demikian, Malaysia bisa jadi adalah
pemicu untuk masuknya pertempuran besar yang melibatkan banyak negara.
Singapura
Singapura termasuk negara kecil di kawasan Asia Tenggara, tetapi bisa
dikatakan memiliki kekuatan alutsista yang cukup memadai untuk
peperangan. Negara yang terkenal dengan patung singa tersebut memiliki
superioritas dalam kekuatan darat (land army) dan didukung oleh
kekuatan finansialnya. Singapura termasuk unggul dalam teknologi seperti
pada kekuatan udara dan laut. Tahun depan, sebanyak 2 skadron F-35 akan
memperkuat kekuatan udara Singapura. Sekalipun demikian, dengan
ketersediaan jumlah personil yang paling sedikit, sangat diragukan
seluruhnya sistem persenjataan tersebut akan digunakan untuk menghadapi
Indonesia. Dalam hal ini, besar kemungkinan Singapura yang masuk ke
dalam kelompok persemakmuran Inggris akan dimanfaatkan oleh pihak lain
dalam melakukan pertempuran terbuka dengan Indonesia.
Thailand
Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang saat ini masih mengoperasikan kapal induk (aircraft carrier).
Sekalipun sudah berusia tua, tetapi pihak GFP masih mencatat kapal
induk tersebut berstatus aktif di mana di atasnya mengusung jenis
penyerang taktis seperti Super Entendart (buatan Perancis). Thailand
sebenarnya tidak memiliki sejarah konflik tertentu dengan Indonesia,
kecuali hanya masalah perbatasan perairan. Tetapi Thailand pernah
bergabung ke dalam pakta pertahanan Asia Tenggara, yaitu SEATO yang
didalamnya berisikan nama-nama negara Asia Tenggara (minus Indonesia)
dan Australia. Saat ini, Thailand bisa dikatakan cukup tergantung atau
punya kepentingan ekonomi dengan Indonesia, terutama untuk memasok bahan
baku industri dan komponen. Indonesia pula adalah pasar bagi industri
Thailand, sehingga tidak tertutup kemungkinan jika di masa mendatang
akan beraliansi kembali dengan pakta pertahanan untuk menghadapi
Indonesia.
Filipina
Indonesia sebenarnya masih memiliki beberapa sengketa perbatasan
perairan dengan Filipina. Sekalipun demikian, Filipina lebih banyak
mempersoalkan garis batas perairan dengan China, ketimbang Indonesia.
Sejarah Filipina sendiri relatif cukup baik hubungannya dengan
Indonesia, bahkan di masa Soekarno. Di antara negara-neagra tetangga
yang telah disebutkan sebelumnya, Filipina relatif memiliki ancaman yang
sangat kecil dengan Indonesia. Filipina pula sebenarnya turut
bersengketa perbatasan perairan dengan Malaysia yang lokasinya tidak
berjauhan dengan perbatasan perairan Indonesia. Jika melihat data
kekuatan militer Filipina yang dirilis oleh GFP, Filipina termasuk
unggul dalam kekuatan personil (setelah Indonesia). Tetapi negara ini
sangat tidak memungkinkan untuk melakukan konfrontasi terbuka dengan
Indonesia. Melihat kondisi perekonomiannya Filipina saat ini, akan
terbuka kemungkinan negara ini mungkin akan berafiliasi dengan sebuah
kekuatan besar untuk menghadapi Indonesia. Seperti kejadian di masa lalu
dengan menjadikan negaranya sebagai basis pangkalan militer.
Kemungkinan Perang Terbuka
Dengan segala kemungkinan dan potensi kekuatan militer, hanya ada 3
negara yang punya peluang besar untuk perang dengan Indonesia, yaitu
Amerika Serikat, China, dan Rusia. Mereka bukan saja diunggulkan oleh
unsur-unsur kekuatan militer, tetapi didukung pula oleh segala
kemungkinan sumber daya ekonomi di dalam negerinya. Butuh waktu
berbulan-bulan lamanya untuk bisa menaklukkan NKRI melalui perang
terbuka, jika dilakukan dalam waktu dekat. Indonesia dengan
karakteristik kepulauannya memiliki keunggulan dari aspek pertahanan,
terutama apabila dilakukan metode perang gerilya. Untuk hanya
menaklukkan Irak yang dibantu Inggris dan sekutunya, Amerika Serikat
harus menanggung kerugian ekonomi yang cukup lama di dalam negerinya.
Opsi perang terbuka hampir tidak mungkin akan terealisasi dengan
Indonesia. Strategi pertempuran moderen saat ini sudah mulai bergeser
dari model perang fisik ke perang politik dan intelijen. Mereka akan
cenderung menggunakan kekuatan politik luar negerinya untuk menguasai
pejabat publik, partai politik, akademisi, institusi jurnalistik, maupun
institusi sosial guna mengamankan kepentingan mereka di Asia Tenggara.
Bentuk perang moderen lainnya bisa berupa dengan klaim budaya seperti
yang belum lama ini dilakukan oleh Malaysia. Transisi budaya dan cara
berpikir pun sebenarnya merupakan bentuk perang moderen yang bertujuan
untuk menghilangkan identitas budaya nasional. Masih banyak bentuk
perang moderen yang melibatkan organisasi intelijen internasional untuk
masuk ke dalam sistem politik dan pemerintahan maupun ke dalam sistem
sosial dan kemasyarakatan.
Daftar Istilah
Land weapon = persenjataan darat
APC = Armored Personnel Carrier = Kendaraan pengangkut personil
IFV = Infantry Fighting Vehicle = Kendaraan tempur pengangkut personil
Self-Propelled Gun = Semacam howitzer atau kendaraan dengan meriam besar
MLRS = Multiple-Lauch Rocket System = Kendaraan peluncur roket
Home » serba-serbi » PERBANDINGAN KEKUATAN MILITER INDONESIA DAN NEGARA TETANGGA VERSI GLOBAL FIRE POWER 2012
Sabtu, 21 September 2013
PERBANDINGAN KEKUATAN MILITER INDONESIA DAN NEGARA TETANGGA VERSI GLOBAL FIRE POWER 2012
Lihat juga Artikel dari serba-serbi
Ditulis Oleh : Unknown // 11.56
Kategori:
serba-serbi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar